Dila (Diskusi Lingkungan Alam)
Jumat, 2 April 2021
Etika dalam bahasa Yunani berasal dari kata ethos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Etika berkaitan dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh manusia, beserta pembenarannya serta hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia (Gering Supriadi, 1998:24). Dapat dikatakan bahwa etika merupakan suatu refleksi dari apa yang disebut dengan self control. Kenapa? Karena segala sesuatu dari apa yang dapat kita sebut sebagai sebuah etika diterapkan dari dan untuk kepentingan suatu kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Lalu kita juga sering mendengar tentang perpaduan kata dari kata etika dengan lingkungan yang menjadi “etika lingkungan”. Lalu apa itu etika lingkungan? Etika lingkungan merupakan bagaimana cara kita sebagai manusia berperilaku atau bertindak terhadap lingkungan atau terhadap alam. Banyak teori yang menjelaskan tentang etika lingkungan, seperti Antroposentrisme, Biosentrisme, dan Ekosentrisme. Antrposentrisme merupakan teori lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat alam semesta. Biosentrisme merupakan teori lingkungan yang hanya memusatkan makhluk hidup (biotik) saja atau sebatas menganggap bahwa setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai yang berharga di alam semesta ini . Sebagai makhluk hidup pasti semua memiliki tujuan yaitu hidup. Sedangkan ekosentrisme merupakan teori yang menjelaskan bahwa pusat alam semesta itu seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak.
Etika lingkungan sendiri sebenarnya bukanlah hal yang baru, etika lingkungan sebenarnya telah ada sejak dahulu kala karena leluhur kita sebenarnya telah menyebarkan hal ini melalui tembang, legenda ataupun mitos. Seharusnya etika lingkungan yang penuh dengan kearifan ini dapat dikembangkan untuk penyelamatan lingkungan yang lebih luas. Akan tetapi etika lingkungan sendiri memiliki kelemahan seperti pada teori antroposentis yang berarti teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari system alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam baik secara langsung atau tidak langsung. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri (Sonykeraf,33). Etika lingkungan yang bercorak antroposentrisme merupakan sebuah kesalahan cara pandang Barat, yang bermula dari Aristoteles hingga fisluf-filsuf modern, dimana perhatian utamanya menganggap bahwa etika haya berlaku bagi komunitas manusia. Maksudnya dalam etika lingkungan, manusialah yang dijadikan satu-satunya pusat pertimbangan dan dianggap relevan dalam pertimbangan moral yang dilihat dalam istilah Frankea sebagai satu-satunya moral patient (William K. Frankena:1979)
Tetapi pada kenyataan saat ini terjadi ketidakseimbangan antara alam dengan manusia, Kita tahu bahwa seiring pertumbuhan manusia yang kian meningkat maka aktivitas manusiapun juga ikut meningkat guna memenuhi kebutuhannya. Dari berbagai aktivitas tersebut akan mengakibatkan berbagai masalah seperti perubahan iklim, pandemic, kepunahan dll. Kemudian akan memunculkan gaya homeostatis yang berarti kekuatan menyeimbangkan untuk mempertahankan kondisi konstan agar berfungsi dengan semestinya.
Keterkaitan manusia dengan alam terkadang membuat kita bertanya-tanya tentang, manusia yang harus beradaptasi dengan alam atau alam yang harus beradaptasi dengan manusia? Dari pertanyaan tersebut tidak jarang akan menimbulkan perdebatan.
Dalam ilmu geografi terdapat dua teori yang menjelaskan tentang hubungan manusia dengan lingkungan, yaitu teori determinisme dan teori possibilisme. Teori determinisme menjelaskan bahwa semua kehidupan manusia dipengaruhi dan bergantung kepada lingkungan sekitarnya. Sedangkan teori possibilisme menanggap bahwa manusia mengubah alam disekitrnya sesuai dengan kebutuhan manusia tersebut.
Perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar. Terdapat pendapat yang lebih mempercayai bahwa manusia lah yang mempengaruhi alam karena manusia memiliki sifat rakus untuk memenuhi tujuan hidupnya. Dilain sisi terdapat pendapat bahwa alam mempengaruhi manusia. Terdapat hukum alam yaitu yang bisa kita dengar adalah seleksi alam, dari seleksi alam dijelaskan bahwa “siapa yang paling kuat untuk bertahan dia lah pemenang”. Dari kalimat tersebut dapat di simpulkan bahwa alam lah yang mempengaruhi manusia. Pendapat tersebut diperkuat lagi dengan perkembangan zaman yang terjadi sekarang, yaitu dengan banyaknya teknologi yang ditemukan merupakan suatu tanda bahwa adanya pengaruh dari alam.
Jika kita membicarakan ini secara terus menerus, tidak akan menimbulkan suatu hasil yang pasti, karena setiap orang mempunyai pendapat dan kepercayaan masing-masing. Oleh karena itu, kesimpulannya adalah kedua teori tersebut saling mempengaruhi karena menimbulkan aksi-reaksi antar manusia dengan lingkungan. Untuk mengetahui mana yang mempengaruhi antara manusia dengan lingkungan juga dapat dilihat dari sudut pandang mana terlebih dahulu, karena lingkungan dengan manusia sejatinya sama-sama beradaptasi dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Recent Comments